My Coldest CEO

36| Not a Jerk, but Ego



36| Not a Jerk, but Ego

0Menurut banyak sosial media yang mengatakan pada dirinya kalau saat ini Leo berada di pusat perbelanjaan bersama dengan Felia.     

Hal itu membuat Azrell langsung saja menginjak pedal gas, lalu dengan kursi samping yang diisi oleh tas jinjing. Berisi buku tipis yang waktu itu diberikan oleh Leo, ia berharap jika setelah ini laki-laki tersebut akan lebih menghargai keberadaannya.     

Setelah beberapa menit, ia sampai pada salah satu pusat perbelanjaan yang ada di London. Menurut orang-orang yang mengirimkan pesan di Instagramnya, tentu saja Azrell tahu dimana letak toko baju yang harganya cukup fantastis itu. Sial, dulu saja Leo menolak dirinya untuk menemani belanja di sana, katanya membosankan. Tapi apa ini? apa perasaannya saja kalau Felia diperlakukan berbeda daripada wanita-wanita yang lainnya?     

Sampai di basecamp mobil, ia langsung saja menuju ke dalam lift yang mengarahkan dirinya kelantai yang terdapat Leo dan juga Felia di sana. Ia sangat tidak peduli dengan adanya MANTAN teman dekat yang sekarang bernotabene menjadi wanitanya laki-laki tersebut. Dan ia tentu saja tidak ingin berhenti sebelum ada seseorang yang jauh lebih baik dari Leo bisa datang ke kehidupannya.     

Ting     

Lift terbuka, menampilkan beberapa orang yang berada di luar lift menatap ke arah dirinya dengan sorot mata yang sangat terkagum-kagum. Wajah cantiknya memang sama sekali tidak dapat di pungkiri, apalagi tubuhnya yang menjadi idaman para wanita. Ingin menjerit tertahan pun sepertinya memang harus di lakukan, karena memang tidak ada yang bisa menandingi dirinya kecuali para artis Hollywood yang sudah ternama.     

"Hai, Nona Azrell."     

"Apa kabar Tuan Leo dengan anda benar? soal keputusan anda dengan laki-laki itu?"     

"Tuan Leo juga sudah menggandeng wanita lain, pasti sudah putus."     

Pertanyaan yang layaknya para wartawan itu membuat Azrell hanya mengulas sebuah senyuman yang sangat tipis. "Maaf aku belum ada waktu untuk kalian karena ada urusan penting, sampai jumpa." ucapnya dengan sangat ramah.     

Sebenarnya, ia adalah wanita yang begitu sempurna dengan segala yang ada di tubuhnya. Ia benar-benar baik dalam segi sifat, tapi terkadang ada sebuah keinginan berlebihan untuk memiliki sesuatu yaitu harta. Entah apa yang ia pikirkan saat bersama dengan Leo, tiba-tiba saja ia merasa berkecukupan. Tapi... ia lupa makna cinta yang sesungguhnya.     

Setelah mengatakan hal itu pada banyak orang tadi, ia langsung saja melangkahkan kakinya meninggalkan mereka.     

Tangannya yang memegang tali tas jinjing terkepal kuat. Ia berjanji tidak akan membawa suasana hati dan membangkitkan emosi yang dapat memicu pertengkaran di muka umum. Ia masih ingin menjaga reputasi baiknya, jangan hanya karena Leo ia menjadi hancur sehancur-hancurnya.     

Melihat sebuah toko yang ia yakini mereka ada di sana, diikuti dengan lirikan banyak orang yang berlalu lalang karena penasaran dengan adanya dirinya di pusat perbelanjaan tanpa seorang Leo dan juga bodyguard yang terkadang menjaga dirinya, akhirnya sebagian dari mereka ada yang memiliki tingkat penasaran yang tinggi.     

Setelah Azrell berhasil masuk ke dalam toko tersebut, ia melangkahkan kaki menuju tempat Leo yang tengah memilah-milah outer berupa rompi. Ia sangat tahu jika pakaian santai laki-laki ini akan selalu dilapisi dengan rompi. Ia benar-benar tahu sekali bagaimana fashion seorang Leonardo Luis di luar jam kantornya.     

"Leo," sapanya dengan nada lembut. Kilatan di kedua manik matanya mengatakan kalau dirinya sedang berdamai dengan rasa sakit yang tergores sangat jelas di ulu hatinya.     

Berdamai dengan rasa sakit? semua wanita pasti selalu melakukan hal itu. Bersembunyi di banyak raut wajah yang membuat orang lain tidak dapat menerka bagaimana rasa sakitnya, sudah biasa.     

Dang empunya nama akhirnya menolehkan kepala ke arahnya. Menatap dirinya seolah-olah bertanya 'mau apa lagi kamu ke sini?' bahkan kini kedua alis laki-laki itu sudah naik sebelah tanda meminta penjelasan yang lebih detail lagi.     

Tidak melihat ada Felia di sekitar mereka, akhirnya ia memberanikan diri untuk memeluk tubuh Leo dengan sangat erat. Menghirup dalam aroma maskulin yang selalu menjadi candu baginya di setiap pijakan yang serupa dengan laki-laki itu, tanpa peduli dengan tatapan orang-orang yang mulai tenang melihat mereka kembali.     

Jangan salah, Leo dan Azrell sempat dinobatkan sebagai pasangan yang paling sempurna. Banyak sekali fans mereka yang sudah pasti selalu meninggalkan jejak positif.     

Tubuh Leo menegang, ia tidak menyangka jika Azrell ada di sini dan memeluknya seperti ini. Ya hal yang wajar sih, tapi yang tidak wajar pasti saat ini Felia menatap ke arah mereka. "Azrell, lepas." ucapnya dengan nada bariton yang terdengar kecil. Ia tidak ingin para orang-orang umum mengetahui permasalahan yang sedang mereka hadapi. Jadi sebisa mungkin, ia akan mengatakannya dengan nada sepelan-pelannya.     

Azrell melepaskan pelukan mereka, lalu menatap Leo dengan raut wajah cerah. "Kalau kamu melangkahkan kaki terlalu jauh, aku bisa narik kamu supaya kembali ke aku." ucapnya dengan nada yang lembut. Ia meraih tangan kanan Leo, mengelusnya dengan perlahan. Pancaran tatapan dari kedua bola matanya pun mengatakan kalau ia masih Azrell yang dulu.     

Leo bergeming, tidak tahu harus mengatakan apa untuk menanggapi apa yang dikatakan oleh Azrell. Ia paham betul dengan apa yang terucap dari mulut wanita itu, dan ya memangnya siapa yang melupakan perkataan dirinya sendiri?     

Dulu, Leo pernah mengatakan hal itu kepada Azrell.     

"Masih ingat?" tanya Azrell dengan senyuman yang masih menghiasi permukaan wajahnya. Tampak jelas raut wajah yang lelah dengan mata sayu, pertanda jika dirinya benar-benar memikirkan hal ini lebih dari apapun.     

Sebenarnya jika dikatakan dari segi tega atau tidak, tentu saja Leo tidak tega dengan kondisi Azrell.     

Seseorang patut merasakan sebuah penyesalan dari apa yang di lakukan, tapi untuk kesempatan kedua... sepertinya hal itu tidak berlaku bagi beberapa orang.     

Termasuk Azrell.     

Leo menganggukkan kepalanya secara perlahan. Mau bagaimana pun jua, ia dan Azrell adalah sosok yang sama-sama keras kepala.     

Azrell yang tidak akan pernah merelakan Leo, dan Leo yang sudah tidak mempedulikan Azrell karena adanya wanita pengganti yang masuk ke dalam kehidupannya.     

"Iya, ingat. Kenapa kamu ke sini?" tanyanya yang justru malah mengubah topik pembicaraan.     

Azrell menatap Leo dengan sangat lekat, ia seolah-olah berkata kalau dirinya meminta waktu sebentar untuk hal ini. "Aku ingin kita kembali, Leo."     

"Tap--"     

"Tunggu, aku punya sesuatu."     

Azrell memotong ucapan Leo yang sepertinya menentang apa yang ia inginkan. Merogoh tas jinjing, lalu mengambil buku tipis pemberian laki-laki di hadapannya ini bener bulan yang lalu. "Jadi, kamu pasti masih memiliki keinginan ini, iya kan?" tanyanya dengan bola mata penuh pengharapan yang besar.     

Leo bergeming saat buku itu berada di tangan Azrell, melayang di udara tepat di hadapannya.     

"Apa ini?"     

Bukan suara Leo, apalagi Azrell. Mereka berdua serempak menolehkan kepala ke arah sumber suara, di sana terlihat Felia yang sudah berdiri tepat di sisi Leo lalu merebut buku tersebut dari tangan Azrell.     

Melihat langsung isi buku tersebut, dan membacanya dalam hati tiap halaman yang kebanyakan berisi gambar-gambar daripada tulisan. Bersamaan dengan Azrell yang menatap Felia dengan penasaran, ingin tahu bagaimana reaksi wanita itu. Leo pun menahan napasnya kala melihat raut wajah yang berubah menjadi sendu pada permukaan wajah Felia.     

"Fe.." panggil Leo dengan nada lembut, tangannya berusahalah meraih jemari mungil lentik milik Felia, namun segera ditangkis oleh wanita tersebut.     

Felia menaruh buku yang ada di tangannya ke dalam genggaman Leo secara paksa. Lalu menampilkan kembali senyumannya yang tadi memudar karena membaca tulisan romantis Leo untuk Azrell, sang mantan kekasih.     

"Oh selamat balikan ya," ucapnya.     

Azrell menarik sebuah senyuman, tercetak jelas di wajahnya. Ia senang melihat Felia yang tersenyum di balik rasa sakit, siapa yang suruh hadir sebagai orang ketiga di dalam hubungannya dengan Leo?     

Leo menggelengkan kepalanya, lalu masih berusaha untuk meraih tangan Felia, namun hasilnya nihil, wanita itu menolak sentuhannya.     

"Fe, dengarkan saya dulu."     

"Dengarkan tentang apa lagi, Tuan? lagipula kita tidak ada hubungan spesial. Kamu lanjutkan saja berhubungan dengan Azrell, aku hanya mantan maid yang sama sekali tidak pantas bersanding dengan seorang Luis."     

"Tapi saya gak pernah mandang status kamu, Fe."     

"Aku cukup berterimakasih untuk hal itu, Tuan. Tapi saat kamu belum bisa lepas dari masa lalu, tidak perlu menaruh banyak pengharapan pada diriku."     

"Tapi saya tidak hanya menaruh pengharapan, Fe. Kamu tahu kalau saya tertarik dengan kamu, saya rela mengejar kamu. Saya..."     

Felia menaikkan sebelah alisnya, menunggu kelanjutan dari ucapan Leo. Kedua manik mata biru laut miliknya sudah memperlihatkan sebuah kristal bening yang siap meluruh. "Apa, Tuan?"     

Leo menatap Felia, dengan sorot mata yang dalam, masuk menelusuri setiap inti manik mata yang selalu memabukkan itu. "Saya jatuh cinta sama kamu." ucapnya dengan sorot mata menurun, pertanda jika ucapannya saat ini adalah sebuah keseriusan yang ia ungkapkan.     

Azrell yang mendengar hal itu tentu saja tidak akan pernah rela. Ia membelalakkan kedua bola matanya, rasa ingin menjambak Felia sangatlah besar. Kalau ini bukan tempat umum, sudah pasti ia akan melakukan hal itu.     

"Tunggu, apa?" tanyanya yang meminta pengulangan.     

"Saya jatuh cinta dengan Felia, Azrell. Apa itu tidak cukup terdengar bagi kamu?"     

"Enggak, dan bagaimana bisa? hanya dengan waktu kurang dari tiga hari jalang itu berhasil merebut hati kamu, Leo?"     

"Jalang itu yang mengajarkan saya arti kesederhanaan, Azrell. Dengan uang memang kita semua berkecukupan, tapi saya kesepian."     

"Lalu? bukankah jalan pulang kamu itu aku? bagaimana dengan pengharapan bayi sesuai dengan keinginan kamu?"     

Leo menggelengkan kepalanya, ia merasa jika hal ini tidak pantas untuk dibicarakan kembali. "Sebaiknya, kamu pergi, Azrell. Jangan jadi wanita yang seolah-olah tidak laku dan malah mengejar laki-laki seperti saya,"     

"Tapi aku hanya ingin kamu, Leo."     

Felia yang menyaksikan pertengkaran kecil di hadapannya itu pun menghapus satu jejak air mata yang berhasil menetes ke permukaan wajahnya. "Lebih baik aku aja yang pergi, Tuan. Kalian selesaikan permasalahannya dulu, sampai jumpa."     

Malu, itu yang Felia rasakan. Bisa-bisanya ia berada di posisi yang sangat tidak menguntungkan seperti ini. Mendapat baju saja tidak, malah mendapatkan tatapan aneh dari orang-orang yang berlalu lalang.     

Sedangkan Azrell, ia menatap kembali ke arah Leo. "Jadi, apa jawabannya? kamu mau kembali kan kepada ku?" tanyanya dengan sorot mata yang lekat, tidak pernah menyerah untuk mengambil kembali sesuatu yang bernotabene miliknya. Ah bukan, lebih tepatnya mantan kekasih yang pernah menjadi miliknya.     

"Jangan banyak berharap, saya sudah bukan lagi seseorang yang bisa menangkap kamu saat kamu terlalu jauh menggapai sesuatu yang tidak pasti."     

"Semua laki-laki memang brengsek ya,"     

"Yang brengsek itu bukan laki-laki, tapi pemikiran wanita yang tertimbun berjuta ego sehingga merasa dirinya selalu menjadi petinggi dan tidak ingin merasa kalah."     

Setelah berkata seperti itu, Leo menarik sebuah senyuman miring. "Jangan pernah bermain-main dengan seorang Luis, Azrell. Atau marga Wallie akan aku hancurkan,"     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.